ANALISIS BULLWHIP EFFECT TERHADAP PENERAPAN
DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING DI PT. MNJ
|
MEDIA BERINDIKATOR WARNA SEBAGAI PENDETEKSI Salmonella typhimurium |
||
| Tujuan Penelitian | Tujuan dari penelitian ini adalah harapannya dapat meningkatkan profit perusahaan, dan mengurangi biaya yang ditimbulkan akibat masalah tersebut. | mengujicoba
media berindikator warna dari berbagai formulasi media, untuk mendeteksi cepat pertumbuhan Salmonella thypimurium . |
|
| Subyek Penelitian | Subyek penelitian ini adalah PT. Marga Nusantara Jaya (PT. MNJ) yang bergerak dibidang distribusi terutama obat-obatan dan makanan. | Subyek penelitian ini adalah label cerdas atau label
indikator yang dapat menginformasikan kualitas dan
memberikan jaminan keamanan
produk pangan. |
|
| Metode Penelitian | Prosedur penelitian yang dilakukan adalah :
a. Peramalan Permintaan Pada tahap ini dilakukan prediksi terhadap penjualan disetiap cabang distribusi berdasarkan data histories penjualan pada horizon perencanaan yang telah ditentukan dengan perhitungan matematik b. Melakukan perhitungan barang retur dengan menggunakan Scrap Factor. c. Melakukan perhitungan permintaan tiap outlet agar tidak terjadi fluktuasi permintaan produk. d. Melakukan perhitungan kebutuhan distribusi dengan metode DRP. Metode pengumpulan data : Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan telaah dokumen perusahaan. Data–data yang di perlukan adalah struktur jaringan distribusi, data lead time, data produk pareto, data penjualan dan peramalan, data retur, data persediaan akhir, data biaya meliputi biaya pesan dan biaya simpan, serta data inventory level. Pada peneilitian ini akan dihitung produk Paramex dan Konicare 125 ml di cabang Jakarta dan Solo sebagai sampel. |
Bahan dan alat yang digunakan adalah :
media indikator adalah media pembawa yaitu agar bubuk, tepung tapioka, gliserol dan media selektif. Pada penelitian ini media indikator warna dibuat dari media pembawa dan bahan lain. Media pembawa disiapkan dari campuran agar bubuk, tapioka dan gliserol. Sebagai bahan indikator sekaligus media selektif digunakan bahan paten yang umumnya digunakan untuk mendeteksi pertumbuhan bakteri S. thypimurium yaitu XLD, SSA, HEA, dan BSA. Bahan indikator juga diformulasikan dari bahan lain yang terdiri campuran 0,02 g phenol red , 1 g glukosa, 0.85 g Na2S2O3, dan 0,15 g ferric amonium citrate , 7,7 g indikator warna phenol red dan 3,7 g bahan pengkayaan. Terdapat 2 jenis bahan pengkayaan yang dicobakan pada campuran ini yaitu BHI dan tetrathionate. |
|
Selasa, 07 November 2017
Tabel Perbandingan Jurnal
Rangkuman Jurnal (MEDIA BERINDIKATOR WARNA SEBAGAI PENDETEKSI Salmonella typhimurium)
Label
cerdas adalah label yang dapat menginformasikan kualitas dan memberikan jaminan
keamanan produk pangan. Label indikator atau sering disebut sebagai label
cerdas banyak dikembangkan seperti indikator mikroba. Toxin Guard mengembangkan
indikator biosensor yang memiliki sistem diagnostik visual. Sistem tersebut
dicetak pada plastik polietilen yang mampu mendeteksi bakteri patogen Food Sentinel System adalah indikator bakteri
patogen yang diintegrasikan pada bar
code
sehingga produk akan tertolak secara otomatis ketika produk dilewatkan pada bar code scanner.
Label cerdas berindikator warna juga dapat diaplikasikan sebagai pendeteksi
kerusakan produk, salah satunya bahan pangan yang disebabkan oleh bakteri
patogen seperti daging dan produk olahannya. Pada penelitian ini, label
diproduksi dari media berindikator warna dan ditujukan untuk mendeteksi
pertumbuhan Salmonella
typhimurium. Bakteri ini adalah bakteri patogen yang
menyebabkan penyakit salmonelosis dengan gejala jenis keracunan infeksi. Bakteri
ini umumnya muncul pada daging segar dan produk olahan daging. Deteksi cepat
bakteri ini akan menjamin kesegaran dan keamanan daging. S.typhimurium merupakan
bakteri patogen yang menyebabkan keracunan tipe infeksi yang menular dari hewan
ke manusia melalui makanan asal hewan yang terkontaminasi.
Penelitian
ini bertujuan untuk menghasilkan media berindikator yang berbasis pada
perubahan warna untuk mendeteksi secara cepat keberadaan S. typhimurium.
Media indikator dibuat dari agar bubuk 2% (b/v), tepung tapioka 0,5% (b/v),
gliserol 1% (b/v) dan media selektif 1% (b/v) dan kemudian dilarutkan dalam air
destilata sampai menjadi 100 mL larutan media. Empat jenis media selektif
ditambahkan yaitu Xylose
Lysine Deoxychoalate agar (XLD), Hektoen
Enteric Agar (HEA), Salmonella
Shigela Agar (SSA) dan Bismuth
Salt Agar (BSA). Media XLD sangat sensitif terhadap pertumbuhan S. typhimurium dan
menghasilkan perubahan warna dari transparan menjadi merah muda yang bisa
dilihat secara visual. Konsentrasi XLD 1-1,5% (b/v) adalah konsentrasi terbaik
untuk mengembangkan media indikator ini. Media lain berbahan BSA dan SSA tidak
sensitif terdahap pertumbuhan S.
typhimurium. Selanjutnya media lain yang diperkaya
dengan Brain Heart Infussion
(BHI)
dengan indikator warna phenol
red dapat
berubah warna dari merah menjadi kuning dalam waktu 24 jam setelah inkubasi.
Sumber : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin/article/view/16134/11905
Sumber : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin/article/view/16134/11905
Minggu, 08 Oktober 2017
ANALISIS BULLWHIP EFFECT TERHADAP PENERAPAN DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING DI PT. MNJ (Rangkuman Jurnal)
Pengelolaan persediaan
barang atau produk menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaan yang
bergerak di bidang distribusi. PT. Marga Nusantara Jaya (PT. MNJ), merupakan
perusahaan distributor tunggal untuk memasarkan produk-produk yang di produksi
oleh PT. Konimex. Produk dibagi kedalam 2 kategori besar yaitu obat-obatan dan
makanan, diantaranya Paramex, Konidin, Frozz, Hexos, dan lain-lain. Berdasarkan
pantauan laporan KPI (Key Performance Indicator) PT. MNJ tahun 2013, sampai
dengan bulan Desember, persentase Inventory level masih jauh melampaui target.
Target Inventory level yang ditetapkan pada tahun 2013 adalah sebesar 220%,
realisasi untuk seluruh cabang PT. MNJ tahun 2013 sampai dengan bulan Desember
sebesar 238%. Setiap cabang angkanya bervariasi dari yang paling rendah di
angka 189% hingga yang tertinggi mencapai 446%. Angka ini berarti, cabang
memiliki stok yang jauh lebih besar dibandingkan kemampuan jual setiap
bulannya, khususnya di cabang-cabang luar Jawa.
Berdasarkan laporan yang
sama, nilai defect Losses (barang rusak yang dimusnahkan) juga diatas target
yang telah ditetapkan. Target defect Losses tahun 2013 ditetapkan sebesar
0,18%, sedangkan realisasi defect Losses tahun 2013 sampai dengan bulan
Desember sebesar 0,26 %. perencanaan ketersediaan barang/produk di cabang masih
dilakukan secara manual menggunakan perkiraan berdasarkan intuisi atau
kebiasaan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya ketidakakuratan data antara
rencana penjualan dengan realisasinya. Akibatnya terjadi stok barang atau produk
yang kelebihan atau kekurangan, karena rencana yang dibuat di awal meleset dari
realisasi. Perusahaan memerlukan sebuah upaya atau metode untuk mengendalikan
persediaan yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut.
Penelitian ini berusaha
untuk mengendalikan persediaan secara optimal dengan metode Distribusi Resource
Planning (DRP) dan melakukan pengukuran nilai bullwhip effect dapat mengukur
tingkat stok yang optimal dengan meminimalkan biaya-biaya yang dikeluarkan.
Pengumpulan data dilakukan
dengan cara pengamatan dan telaah dokumen perusahaan. Data yang diperlukan
perusahaan seperti data lead time, data produk pareto, data penjualan dan
peramalan. Peneilitian ini akan dihitung produk Paramex dan Konicare 125 ml di
cabang Jakarta dan Solo sebagai sampel.
Hasil perhitungan data penjualan tahun 2013 dibandingkan dengan data perencanaan masing-masing produk yang menjadi sampel sangat tidak stabil dikarenakan perencanaan penjualan masih dilakukan secara kumulatif gabungan semua cabang dalam periode tertentu, kemudian hasil kumulatif tersebut di breakdown secara proporsional ke masing-masing cabang. Berdasarkan masalah tersebut dapat dipecahkan dengan menggunakan metode peramalan. Perhitungan peramalan jangka pendek (3 bulan kedepan) menunjukan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan data penjualan yang sudah terjadi. Dari data history penjualan pada tahun 2013 untuk produk Paramex dan Konicare 125, dapat dipilih metode peramalan yang menggunakan trend atau musiman.
Hasil perhitungan data penjualan tahun 2013 dibandingkan dengan data perencanaan masing-masing produk yang menjadi sampel sangat tidak stabil dikarenakan perencanaan penjualan masih dilakukan secara kumulatif gabungan semua cabang dalam periode tertentu, kemudian hasil kumulatif tersebut di breakdown secara proporsional ke masing-masing cabang. Berdasarkan masalah tersebut dapat dipecahkan dengan menggunakan metode peramalan. Perhitungan peramalan jangka pendek (3 bulan kedepan) menunjukan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan data penjualan yang sudah terjadi. Dari data history penjualan pada tahun 2013 untuk produk Paramex dan Konicare 125, dapat dipilih metode peramalan yang menggunakan trend atau musiman.
Besarnya nilai safety stock bergantung pada ketidakpastian pasokan
maupun permintaan. Dalam studi kasus ini, ketidakpastian hanya dalam hal
permintaan, sedangkan untuk banyaknya pasokan diasumsikan perusahaan prinsipal
dapat memenuhi berapapun jumlah permintaan distributor. Kebijakan service level
yang telah ditetapkan perusahaan adalah sebesar 95%, dalam tabel statistik
nilai tersebut sebesar 1,645. Pengajuan permintaan dilakukan seminggu sekali,
jadi angka pada tabel 2 harus dibagi 4. Komposisi setiap minggunya bisa
disesuaikan dengan rencana program promosi di cabang bersangkutan.
Hasil perhitungan inventory
level tahun 2013 untuk masing-masing produk sampel di kedua cabang yang menjadi
contoh penelitian juga menunjukan hal yang kurang-lebih sama dengan hasil
perhitungan perencanaan penjualan.
Pada tahap ini dilakukan
perhitungan manual untuk menentukan persentase scrap factor berdasarkan data
Retur dan data penjualan produk Paramex dan Konicare 125 ml selama 12 bulan
yang lalu.
Setelah diketahui metode
peramalan dan rencana induk penjualan, kemudian dilakukan perhitungan lot size.
Lot sizing merupakan teknik yang dipakai dalam DRP guna memperoleh ukuran lot
pemesanan. Ukuran lot diperoleh dengan beberapa model dan penggunaan dari
masing – masing yang dihadapi. Rencana order ini dibuat seminggu sekali, jadi
nilai peramalan perbulan akan dibagi menjadi 4 periode, sedangkan untuk biaya
perhitungan sebelumnya dalam satuan tahun, jadi akan dibagi kedalam 52 minggu.
Ukuran Bullwhip effect di suatu eselon
supply chain sebagai perbandingan antara koefisien variansi dari order yang
diciptakan dan koefisien variansi dari permintaan yang diterima oleh eselon
yang bersangkutan. PT. MNJ dalam hal ini tidak memiliki kendala dalam hal
jumlah produksi, sehingga cabang yang membutuhkan akan selalu dipenuhi
permintaannya oleh principal. Untuk itu Bullwhip effect akan menghitung jumlah
sediaaan/stok yang ada di cabang dibandingkan dengan kemampuan jual cabang
tersebut dalam periode tertentu. Nilai bullwhip
effect setelah menggunakan metode ini untuk periode penelitian Januari –
Maret 2014 turun cukup signifikan, ditandai dengan turunnya nilai koefisien
variansi masing-masing produk dalam periode tersebut. Nilai bulwhip effect
cabang Jakarta awalnya sebesar 1.48 menjadi 1.26 turun sebesar 0.22. Nilai
bullwhip effect cabang Solo awalnya sebesar 1.98 menjadi 1.31, turun sebesar
0.67. Nilai bullwhip effect untuk produk Paramex di kedua cabang menunjukan
penurunan setelah memanfaatkan metode peramalan. Penurunan ini akan
mengakibatkan jumlah stok yang dibutuhkan untuk penjualan sesuai periodenya
akan lebih baik, tidak berlebih atau kekurangan.
Berdasarkan perhitungan
masing-masing komponen di atas, maka dapat dihitung nilai DRP sesuai produk dan
cabang yang dijadikan sample sebagai berikut :
· Gross requirements (GR) adalah kebutuhan
kotor yang didapat dari hasil peramalan.
· Scheduled reciepts (SR) adalah rencana
kedatangan barang dari pesanan periode sebelumnya.
·
Project On Hand (POH) adalah Project On Hand
(POH) periode sebelumnya + Schedule Reciept (SR) + Planned Order Reciept (POR)
– Gross Requirement (GR).
· Net requiretment adalah (gross requiretment (GR) + safety stock) – (Schedule Receipt (SR) + projected On Hand (POH) periode sebelumnya).
Sumber : http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/view/9508
· Net requiretment adalah (gross requiretment (GR) + safety stock) – (Schedule Receipt (SR) + projected On Hand (POH) periode sebelumnya).
Sumber : http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/view/9508
Senin, 15 Mei 2017
Perusahaan yang sudah memiliki Hak Paten
Hak Paten PT Gudang Garam Tbk.
PT Gudang Garam Tbk adalah sebuah merek atau perusahaan produsen rokok populer
asal Indonesia. Didirikan pada 26 Juni 1958 oleh Surya Wonowidjojo, perusahaan ini merupakan
peringkat kelima tertua dan terbesar di Indonesia (setelah Djarum)
dalam produksi rokok kretek. Perusahaan ini memiliki
kompleks tembakau sebesar 514 are di Kediri, Jawa Timur. PT Gudang Garam Tbk merupakan produsen rokok
kretek terkemuka di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis produk
berkualitas tinggi, mulai dari sigaret kretek linting (SKL), sigaret kretek
tangan (SKT) dan sigaret kretek mesin (SKM) yang sudah tersebar luas di
Nusantara maupun di dunia.
PT Gudang Garam Tbk menyerap
tenaga kerja yang sebagian besar terlibat dalam produksi dan distribusi.
Eksistensi Perusahaan juga mendukung penghidupan petani tembakau dan cengkeh
serta para pengecer maupun pedagang asongan yang tersebar di seluruh Indonesia. Diukur dari jumlah aset, hasil penjualan
produk, jumlah karyawan, pajak dan cukai, serta kontribusi lainnya, PT Gudang
Garam Tbk adalah perusahaan rokok nasional yang memberikan kontribusi secara
signifikan bagi Indonesia.
Kami
beritahukan bahwa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten: Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1).
SejarahGudang
Garam didirikan pada 26 Juni 1958 oleh Tjoa Ing Hwie. Sebelum
mendirikan perusahaan ini, di saat berumur sekitar dua puluh tahun, Ing Hwie
mendapat tawaran bekerja dari pamannya di pabrik rokok Cap 93 yang merupakan
salah satu pabrik rokok terkenal di Jawa Timur pada waktu itu. Berkat kerja keras dan kerajinannya dia
mendapatkan promosi dan akhirnya menduduki posisi direktur di perusahaan tersebut. Pada tahun 1956 Ing Hwie meninggalkan Cap 93. Dia
membeli tanah di Kediri dan memulai produksi rokok sendiri, diawali
dengan rokok kretek darikelobot dengan merek Inghwie. Setelah dua tahun berjalan Ing Hwie mengganti
nama perusahaannya menjadi Pabrik Rokok Tjap Gudang Garam.PT Gudang
Garam Tbk tidak mendistribusikan secara langsung melainkan melalui PT Surya Madistrindo lalu kepada pedagang
eceran kemudian baru ke konsumen atau produsen.
Pendiri
Gudang Garam adalah Surya Wonowijoyo (Tjoa Ing Hwie) yang dilahirkan di Fujian,
China, pada tahun 1926. Keluarganya menetap di Indonesia pada tahun 1929, yakni
tepatnya di kota Sampang, Madura. Mereka hidup dalam
kemiskinan, dan ayahnya hanya bekerja sebagai pedagang keliling. Saat menginjak
usia remaja, ayah Ing Hwie meninggal dan ia harus bekerja demi menopang hidup
keluarganya. Oleh karenanya, ia
lantas merantau ke Kediri dan mencari pekerjaan di sana. Bekerjalah ia pada
sang paman, Tjoa Kok Tjiang, yang ketika memiliki salah satu pabrik kretek
besar di Jawa Timur. Kesuksesan diraih
pada tahun 1962, ketika Ing Hwie meluncurkan produknya, yakni Gudang Garam
Kuning, yang menuai kesuksesan luar biasa. Para pesaingnya mengeluarkan isu
bahwa rokok tersebut mengandung ganja. Surya membantah gosip tersebut dan menyatakan bahwa
rahasianya terletak pada campuran sausnya dan bukan ganja. Selain itu,
keterampilannya dalam membeli dan memasarkan merupakan aspek penting
keberhasilan Gudang Garam Kuning.
Kesimpulan :
PT gudang
garam ini membuat hak paten agar perusahaan yang di buatnya tidak diikuti oleh
perusahaan lain, dan dia bergerak di industri rokok yang dimana pada produknya
pun dibuatkan hak paten juga demi keamanan produk-produknya supaya terdaftar di
jalan hukum
Perbandingan produk referensi dengan produk yang kita buat
Deskripsi produk referensi
Produk referensi yang digunakan adalah rak buku yang
berasal dari UD. Lestari. Material yang digunakan untuk produk referensi ini
adalah multiplek yang merupakan bahan dasar untuk membuat komponen utama. Dimensi
keseluruhan produk ini yaitu panjang 40 cm, lebar 25 cm, dan tinggi 35 cm. Yaitu
terdiri dari 6 komponen utama serta 3 komponen tambahan. Komponen utama terdiri
dari papan samping terdiri dari 2 unit, papan belakang terdiri dari 1 unit,
sekat papan tengah horizontal terdiri dari 2 unit karena memiliki ukuran yang
sama, sekat papan bawah terdiri dari 1 unit, dan sekat papan tengah vertikal 1
unit. Komponen tambahan pada produk referensi yaitu paku, lem kayu dan cat kayu.
Produk referensi ini memiliki berat 5 kg. Produk
referensi memiliki kelebihan dimana terdapat sekat tengah pad arak buku agar
buku yang diletakan bisa tertata rapih. Target pasar produk referensi yaitu siswa
sd hingga mahasiswa. Kekurangan yang terdapat pada produk referensi adalah
warna pada produk yang tidak merata dan pada bagian belakang, bahan kayu
dibagian papan belakang sudah tidak bagus sehingga mengurangi nilai estetika
dari produk rak buku tersebut.
Deskripsi produk yang akan
dibuat
Produk yang akan dibuat adalah rak buku. Material yang
akan digunakan pada produk rak buku ini adalah kayu pinus. Kayu pinus dipilih
karena meskipun memiliki sifat material yang kuat namun memiliki berat yang ringan,
jenis kayu ini juga tidak mudah lapuk dan berjamur sehingga dapat membuat
produk rak buku tahan lama. Kayu pinus ini digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan rak buku. Dimensi keseluruhan produk ini yaitu berukuran panjang 50 cm, lebar 35 cm, dan tinggi 40 cm. Yaitu
terdiri dari 6 komponen utama serta 4 komponen tambahan. Komponen utama terdiri
dari papan samping terdiri dari 2 unit, papan belakang terdiri dari 1 unit,
sekat papan tengah horizontal terdiri dari 2 unit karena memiliki ukuran yang
sama, sekat papan bawah terdiri dari 1 unit, dan sekat papan tengah vertikal 1
unit, dan juga terdapat 4 komponen tambahan berupa paku, lem kayu, cat kayu,
dan pengait gantungan. Produk rak buku yang akan dibuat ini memiliki berat 4
kg. Produk ini memiliki kelebihan yaitu terdapat
pengait gantungan dibawah rak buku untuk menggantungkan benda-benda kecil
seperti kunci, rak buku ini juga memiliki material yang bersifat kuat, yaitu
tidak mudah lapuk dan juga memiliki berat yang ringan sehingga mudah untuk
dipindahkan. Target pasar produk ini yaitu untuk masyarakat umum terutama
pelajar dan pegawai kantor, dikarenakan rak buku dapat dimiliki oleh siapa saja
dan setiap orang pasti membutuhkan tempat untuk menyimpan buku-buku yang
dimilikinya. Kekurangan yang terdapat pada produk ini adalah jenis material
yang berbahan dasar kayu yang tentunya lemah terhadap air, sehingga alangkah
lebih baiknya jika penggunaan rak buku ini dijauhkan dari tempat-tempat yang
lembab dan basah.
Selasa, 18 April 2017
Rangkuman Materi Kelompok 1 "Hak Kekayaan Intelektual"
I.
PENDAHULUAN
Subjek
dan objek hukum, Subjek hukum adalah segala sesuatu yang mempunyai hak dan
kewajiban dalam hukum.
Yang termasuk subjek hukum adalah manusia dan badan hukum. Objek hukum
adalah segala sesuatu yang berada di dalam peraturan hukum dan dapat
dimanfaatkan oleh subjek hukum
Objek hukum dapat berupa benda berwujud dan benda tidak berwujud.
II.
PE MBAHASAN
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak Kekayaan
Intelektual adalah padanan kata yang
biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR). Kekayaan
Intelektual adalah kekayaan atas kecerdasan daya pikir, seperti teknologi,
pengetahuan, seni, sastra, karya tulis, gubahan lagu, dan lain-lain. Objek yang
diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan
intelektual manusia.
Organisasi Internasional yang mewadahi H.K.I adalah WIPO (World
International Property Organisation) Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) digunakan untuk pertama kalinya oleh
Fichte pada tahun 1793, mengatakan tentang hak milik dari sang pencipta ada
pada bukunya.
Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice, Italia menyangkut
masalah paten pada tahun 1470.
Sistem HAKI merupakan Hak Privasi, yang mana seseorang bebas untuk
mengajukan permohonan atau mendaftarkan Karya Intelektualnya atau tidak.
Prinsip-prinsip HAKI :
·
Prinsip Ekonomi
Berdasarkan
prinsip ini HAKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi
kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HAKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi
pemiliknya. Pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya
seperti dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil
ciptanya.
·
Prinsip Keadilan
Berdasarkan
prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu
kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta
yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika
diakui hasil karyanya.
·
Prinsip Kebudayaan
Berdasarkan
prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia
diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan
ciptaan baru. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan,
peradaban dan martabat manusia. Selain itu, HAKI juga akan memberikan
keuntungan baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara.
·
Prinsip Sosial
Berdasarkan
prinsip ini, sistem HaKI memberikan perlindungan kepada pencipta tidak hanya
untuk memenuhi kepentingan individu, persekutuan atau kesatuan itu saja
melainkan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan
ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam Undang-Undang Hak Cipta Indonesia.
Arti dan
Peranan Hak Kekayaan Intelektual
Hak
eksklusif yang diberikan negara kepada pelaku HAKI (inventor, pencipta,
pendesain dan sebagainya) yang dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya
(kreativitas) nya, dan agar orang lain bisa lebih lanjut mengembangkannya lagi. Ketika kemajuan teknologi begitu pesat dan pasar terus
bertransformasi dalam tataran global dalam bentuk "transnational",
diperlukanlah perangkat hukum untuk meningkatkan dan melindungi kepentingan
investasi industri, budaya dan pasar.
Dari sanalah, pada pertengahan tahun 1980-an, negara-negara yang
tergabung dalam GATT/WTO bersepakat tentang aturan main IPR atau HAKI.
Sistem HAKI
menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk
kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya
lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan
masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau
mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi
lagi. Perlindungan
hukum akan HAKI diberikan oleh negara kepada seseorang dan atau sekelompok
orang ataupun badan apabila suatu temuan (inovasi) tersebut didaftarkan sesuai
dengan persyaratan yang ada.
Contoh karya cipta dalam cakupan kekayaan intelektual yang dapat
didaftarkan untuk perlindungan hukum yaitu seperti karya kesusastraan,
artistik, ilmu pengetahuan (scientific), desain industri, dll
Sifat-Sifat Hak Kekayaan
Intelektual
·
Mempunyai Jangka Waktu Tertentu
atau Terbatas
Apabila telah habis masa perlindungannya ciptaan atau
penemuan tersebut akan menjadi milik umum,
tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya
hak merek.
·
Bersifat Eksklusif dan Mutlak
HKI yang bersifat eksklusif dan mutlak ini
maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemilik
hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik
atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang
hak dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa
persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan ataupun
menggunakannya
Klasifikasi Hak Kekayaan
Intelektual
Jenis-jenis
HAKI :
·
Hak
Cipta (Copyright)
·
Hak
Kekayaan Industri :
-
Paten
(Patent)
-
Merk
(Trademark)
-
Rahasia
Dagang (Trade secret)
-
Desain
Industri (Industrial Desain)
-
Tata
Letak Sirkuit Terpadu (Circuit Layout)
-
Perlindungan
Varietas Tanaman (Plant Variety)
Peraturan
tentang jenis-jenis HAKI di Indonesia :
·
Hak Cipta (Copyrights)
UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
·
Hak Paten (Patent)
UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten
·
Hak Merek (Trademark)
UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek
·
Rahasia Dagang (Trade Secrets)
UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
·
Desain Industri (Industrial
Design)
UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri
·
Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu (Circuit Layout)
UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
·
Perlindungan Varietas Tanaman
(Plant Variety)
UU No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman
Contoh
Kasus :
Perusahaan makanan bernama KFC, yang sudah terkenal dan
dikenal dengan banyak orang di dunia , dengan nama nya yang sudah terkenal itu,
banyak perusahaan – perusahaan diluar sana yang ingin mendompleng nama
perusahaannya dengan memiripkan nama perusahaannya dengan KFC contohnya QFC.
Pihak KFC menuntup QFC karena QFC telah mendompleng nama
nya dengan cara memiripkan nama perusahaannya dan memiripkan lambang nya dengan
KFC.
Senin, 27 Maret 2017
Hak Kekayaan Intelektual " Merek Dagang LOTTO"
1.1
Pendahuluan
A. Latar
Belakang Masalah
Banyak hal yang
didapatkan dari merek-merek terkenal terutama dalam hal ekonomi. Keuntungan
dalam bentuk materi akan mudah didapatkan dengan cara yang instan. Dimana pada
saat ini bayak sekali kasus yang numpang
/ nebeng dengan merek terkenal agar dapat mendongkrak keuntungan dan
poularitas sebuah merek yang kurang mendapat perhatian dari konsumen. Banyak
merek yang kelihatannya seperti merek aslinya tetapi sebenarnya tidak palsu
yang sering disebut dengan aspal (asli tapi palsu).
Banyak alasan saat ini mengapa tindakan
pemanfaatan merek-merek terkenal dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut
:
1.
Agar mudah dipasarkan
mudah untuk bertransaksi jual beli.
2.
Tidak perlu mengurus
nomor pendaftaran ke Dirjen HKI .
3.
Mengurangi pengeluaran
untuk untuk membangun citra produknya (brand
image).
4.
Tidak perlu membuat
divisi riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date.
Jika hanya dipandang
dari segi ekonomi memang pemanfaatan merek akan memberi dampak luar biasa untuk
meraup keuntungan serta popularitas sebuah merek yang baru seumur jagung.
Tiba-tiba dengan cara yang gampang sudah menjadi konsumsi dimasyarakat.
Kenyataan ini memang tidak bisa disangkal karena fakta dilapangan, dimana
msyarakat memiliki kriteria untuk mengkonsumsi suatu produk. Salah satu dari
kriteria tersebut melihat merek sebuah produk kemudian baru membelinya.
Dengan berbagai kasus yang
sudah beranak pinak di tengah masyarakat ini membuat banyak merek yang di jiplak / contek. Baik dari segi
bentuk, ukuran, warna, desain, tulisan, penyebutan, gambar dan masih banyak
lagi. Meski sudah dibuat regulasi yang mengatur mengenai hal ini. Namum tetap
saja plagiarisme masih melekat di kehidupan masyarakat terutama dibidang
perdagangan yang memang sangat erat dengan merek. Sudah banyak merek yang
mengalami penolakan dan tidak memenuhi syarat untuk didaftarkan. Karena banyaknya merek kembar tetapi beda yang ditemukan ditengah
masyarakat. Ternyata fakta yang ada
menunjukkan tidak hanya dalam merek yang berada dalam negeri. Kesamaan antara
merek dalam negeri dengan mereka diluar negeri juga dimungkinkan terjadi.
Hal-hal lain juga dapat dimungkinkan terjadi dan akan dibahas dan dikaji lebih
mendalam lagi. Dalam penolakan dan tidak didaftarkannya sebuah merek akan
dibahas berdasarkan dengan kasus yang sudah terjadi. Untuk dicari pemecahan
masalah dan diberikan kesimpulan yang bersifat ilmiah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat banayak hal yang
peru dibenahi. Maka dapat ditentukan hal-hal yang akan menjadi rumusan masalah
yaitu :
1.
Mengapa kasus
plagiarisme bisa dan masih tetap terjadi dalam masyarakat ?
2.
Bagaimanakah kasus
penolakan dan tidak bisa didaftarkannya sebuah merek bisa terjadi ?
3.
Bagaimanakah problem solving untuk kasus yang
telah terjadi dimasyarakat dan cara pencegahannya?
2.1 Tinjauan
Pustaka
A. Pengertian
Merek
Terkait dengan berbagai
kasus merek yang terjadi perlu untuk diketahui apa pengertian dari merek itu
sendiri. Pengertian dari merek secara yuridis tercantum dalam pasal 1 ayat (1)
UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi sebagai “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan
jasa”. Indonesia adalah negara hukum dan hal itu diwujudkan dengan
berbagai regulasi yang telah dilahirkan untuk mengatai berbagai masalah.
Berkaitan dengan kasus-kasus terkait merek yang banyak terjadi. Tidak hanya
membuat aturan-aturan dalam negeri, negeri seribu ini juga ikut serta dalam
berbagai perjanjain dan kesepakatan internasional. Salah
satuya adalah meratifikasi Kovensi Internasional tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing
The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia) sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari
2000 Indonesia sudah harus menerapkan semua perjanjian-perjanjian yang ada
dalam kerangka TRIPs (Trade Related
Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit
Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut
adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota dari WTO (Word Trade Organization). Karena peranan yang begitu urgent demi berjalannya dan progress dunia perdagangan baik barang maupun jasa dalam
kegiatan perdagangan dan penanaman modal.
B. Contoh
Kasus
Meski memang sudah
terdapat regulasi yang mengatur mengenai merek. Tetapi dalam penegakannya dan
pelaksanaannya dilapangan tidak bisa lepas dari persengketaan. Dalam kasus
sengketa merek “LOTTO” misalnya oleh perusahaan Singapura dan pengusaha
Indonesia. Kasus ini terjadi antara Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd, yang
dimana adalah pemakai pertama merek “LOTTO” untuk barang-barang seperti pakaian
jadi, kemeja, baju kaos, jaket, celana panjang, rok span, tas, koper, dompet,
ikat pinggang, sepatu, sepatu olah raga, baju olah raga, kaos kaki olah raga,
raket, bola jaring (net), sandal, selop, dan topi, dengan Hadi Darsono seorang
pengusaha dari Indonesia yang produk handuk dan sapu tangannya yang juga
menggunakan nama “LOTTO” sebagai merek. Merasa dirugikan akibat kesamaan merek
perusahaan LOTTO Singapura pun membawa masalah persengketaan ini ke Pengadilan
Negeri.
Atas kasus ini memang
merek tidak hanya berperan sebagai pengenal tetapi harus juga sebuah simbol
atau tanda yang membedakan dengan jelas antara satu dengan yang lainnya. Maka
seharusnya sebuah merek itu memiliki suatu ciri khusu yang identik dengan
kepribadiannya dan memang terlahir baru. Buka sebuah merek yang diperbaharui
atau sesuatu produk gagal yang diperbaiki menjadi lebih baik.
3.1 Pembahasan
A. Pembahasan
Secara Umum
Pemakaian
sebuah merek tidak hanya sebatas untuk meraup keuntungan. Merek memiliki tujuan
lain yang tidak hanya bisa dipandang dari segi ekonomi. Merek juga memiliki
peran untuk memperlancar kegiatan perdagangan barang atau jasa untuk
melaksanakan pembangunan. Untuk diperlukan perlindungan merek agar tidak
membuat “aktifis
plagiarisme” semakin gencar dengan praktek kotornya. Karena pada dasarnya
perlindungan merek tidak hanya untuk kepentingan pemilik merek saja akan tetapi
juga untuk kepentingan masyarakat luas sebagai konsumen.
Tidak hanya
terjadi di Indonesia masalah mengenai perlindungan merek juga marak terjadi
diberbagai negara. Keuntungan yang didapatkan dengan cara yang tidak sulit
mendorong sebuh merek untuk ditiru atau numpang tenar layaknya seorang artis.
Peniruan merek terkenal marak terjadi memang dilandasi oleh “itikad tidak
baik”. Semata-mata tujuannya hanyalah materi, memperoleh keuntungan dengan numpang nama, dan sebuah popularitas
sebuah merek.
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan
yaitu :
1.
Tidak mengatur definisi
dan kriteria merek terkenal.
2.
Penolakan atau
pembatalan merek, atau larangan penggunaan merek yang merupakan reproduksi,
tiruan atau terjemahan yang dapat menyesatkan atas suatu barang atau jasa yang
sama atau serupa apabila perundang-undangan negara tersebut mengatur atau
permintaan suatu pihak yang berkepentingan.
3.
Gugatan pembatalan dapat
diajukan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dari pendaftaran, namun tidak ada
jangka waktu apabila pendaftaran itu dilakukan dengan itikad tidak baik.
Terhadap perlindungan
merek terkenal dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang
No. 14 Tahun 1997 tentang merek diatur dalam pasal 6 ayat 1 (b), ayat 2 ayat 3
(a) yang berbunyi dalam Pasal 6:
1. permohonan harus ditolak
oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:
1. Mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain
untuk barang dan atau jasa sejenisnya.
2. Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (b) dapat pula diberlakukan terhadap
barang dan atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu
yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
3. Permohonan juga harus ditolak oleh Direktur
Jenderel apabila Merek tersebut:
a. Merupakan
atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hokum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis
dari yang berhak. Kemudian penjelasan pasal
tersebut di atas menyatakan: Pasal 6 ayat (1)
Huruf b: Penolakan permohonan yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal untuk barang
dan atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan
umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.
Disamping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena
promosi yang gencar dan besar besaran, investasi di beberapa Negara di dunia
yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut
di beberapa Negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan
Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survey
guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi
dasar penolakan. Pasal 6 Ayat (2) : Cukup jelas Pasal 6 Ayat
(3) Huruf a: yang dimaksud dengan nama badan
hukum adalah nama badan hukum yang digunakan sebagai Merek dan terdaftar dalam
daftar Umum Merek.
Dari ketentuan diatas dapat ditentukan
kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan keterkenalan suatu
merek terkenal yaitu:
·
Pengetahuan masyarakat
yang relevan terhadap merek.
·
Pengetahuan masyarakat
terhadap promosi merek.
·
Didaftar oleh pemiliknya
diberbagai negara.
Selain perlindungan yang
telah diatur dalam pasal 6 ayat 1 (b), ayat 2 dan ayat 3 (a) UU No. 15 Tahun
2001, sebetulnya bagi siapa saja yang dengan sengaja mempergunakan merek milik
orang lain dapat dikategorikan telah melakukan
sesuatu kejahatan dan diancam dengan pidana penjara maupun denda sebagaimana
diatur dalam pasal 90, 91, 92, 93, dan 94 Undang undang No. 15 Tahun 2001.
B. Analisis
Kasus
Dikaitkan dengan kasus
yang ada suatu merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan
pemohon yang beritikat tidak baik dan pemohon ada niat dan sengaja untuk
meniru, membonceng atau menjiplak ketenaran merek lain demi kepentingan usahanya
yang mengakibatkan menimbulkan kerugian pihak lain atau menyesatkan konsumen.
Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan. Permohonan yaitu permintaan
pendaftaran merek yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
Pendaftaran suatu merek berfungsi sebagai
berikut :
1.
Untuk barang bukti bagi
pemilik yang berhak atas merek yang terdaftar,
2.
Dasar penolakan terhadap
merek yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan oleh
permohonan lain untuk barang / jasa sejenis,
3.
Sasar untuk mencegah
orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam
peredaran untuk barang/ jasa sejenis.
Syarat dan Tata cara Permohonan
Pendaftaran Merek menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
terdapat pada pasal 7 yaitu:
1.
Permohonan diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan
mencantumkan:
o
Tanggal, bulan, dan
tahun;
o
Nama lengkap,
kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
o
Nama lengkap dan alamat
Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
o
Warna-warna apabila
merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
o
Nama negara dan tanggal
permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak
Prioritas.
2.
Permohonan
ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
3.
Pemohon sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara
bersama, atau badan hukum.
4.
Permohonan dilampiri
dengan bukti pembayaran biaya.
5.
Dalam hal Permohonan
diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama – sama berhak atas
Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat
sebagai alamat mereka.
6.
Dalam hal Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh
salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan
persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
7.
Dalam hal Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk
itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
8.
Kuasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9.
Ketentuan mengenai
syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak kekayaan Intelektual
diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur
dengan Keputusan Presiden.
Di dalam kasus “LOTTO”
ini, “LOTTO” Singapura memiliki bukti. Memiliki nomor pendaftaran merek dari
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan pendaftaran No.
137430, yang diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdapat
kelalaian yang dilakukan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman dengan memberikan nomor pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah pengajuan
perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan
alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya “LOTTO” Singapura mengajukan
permohonan kasus kepada Mahkamah Agung. Tidak hanya menuntut “LOTTO” milik Hadi
Darsono ( Tergugat I ), mereka juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman bagian merek (Tergugat II) karena telah lalai memberikan
nomor pendaftaran merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda
usaha barangnya setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya suatu merek
dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dapat
dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai persamaan baik dalam tulisan
ucapan kata, maupun suara dengan merek dagang yang lain yang sudah terlebih
dulu dipakai dan didaftarkan, walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak sejenis
terutama bila hal tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah terkenal
didunia internasional.
Dalam kasus ini Mahkamah
Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek terkenal Seven Up – LANVIN
– DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983, yang isinya
sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan karena mempunyai
persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau
didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut
merek dagang terkenal.
Pengadilan tidak
seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan Tergugat I, tidak saja
melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di bidang
perdagangan serta kepentingan khalayak ramai. Setelah memeriksa perkara ini Mahkamah Agung dalam
putusannya berpendirian bahwa judex facti salah menerapkan hukum, Pengadilan
Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa Penggugat adalah pemakai pertama dari
merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan
perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961. Sementara itu, Tergugat
I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat membuktikan
keaslian bukti-bukti yang diajukannya. Sehingga
putusannya harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili sendiri
perkara ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis
yang intinya sebagai berikut:
·
Newk Plus Four Far East
Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek
Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
·
Merek “LOTTO” secara
umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang dari luar
negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang
berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
·
Merek “LOTTO”, yang
didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6
Oktober 1984.
·
Mahkamah Agung
berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang
didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I
tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang
yang termasuk dalam kelompok barang sejenis kelengkapan berpakaian seseorang
dengan merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih
dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan
keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan
beredar di masyarakat. Hal ini berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya
yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang
bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
Dengan pertimbangan tersebut di atas,
akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
·
Mengadili:
·
Membatalkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
·
Mengadili Sendiri :
a.
Mengabulkan gugatan
Penggugat untuk seluruhnya.
b.
Menyatakan Penggugat
sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang “LOTTO” dan oleh karena
itu, mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di Indonesia.
c.
Menyatakan bahwa merek
“LOTTO” milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor
registrasi 87824 adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan
kata, maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta
memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kualitas barang.
d.
Menyatakan pendaftaran
merek dengan registrasi 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I batal,
dengan segala akibat hukumnya.
e.
Memerintahkan Tergugat
II untuk mentaati putusan ini dengan membatalkan pendaftaran merek dengan nomor
registrasi 197824 dalam daftar umum.
4.1.1
Kesimpulan
dan Saran
A. Kesimpulan
·
Menjadi
bahan pertimbangan baru bahwa apabila terdapat merek yang sama, ada yang meniru
merek atau yang disebut dengan numpang tenar. Tidak sepenuhnya adalah
kesengajaan atau kesalahan dari pelaku di dunia perdagangan bisa juga karena
kesalahan dari pihak yang memeriksa dan memberikan perlindunagn atas merek itu
sendiri.
·
Dalam kasus
ini jika terjadi kekeliruan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman bagian merek karena telah memberikan nomor registrasi kepada Hadi
Darsdono untuk menggunakan merek “LOTTO” yang sebenarnya telah terdaftar di
Indonesia pada tahun tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985. Menurut data yang kami
dapatkan, hal ini dikarenakan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departmen
Kehakiman kurang teliti dalam mengecek akan merek “LOTTO” tersebut.
·
Gugatan
yang diajukan oleh Singapura kepada Mahkamah Agung mendapatkan keputusan yang
terbaik untuk Singapura, karena dalam kasus ini Singapura memberikan
bukti-bukti yang jelas kepada Mahkamah Agung dengan menunjukkan surat-surat ,
dan bukti pembayaran yang telah Ia dapatkan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman bagian merek pada tahun 1976 dan 1985. Sementara Hadi
Darsono didapati mempunyai maksud yang tidak baik, dengan mendaftarkan “LOTTO”
kepada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek, Hadi
Darsono ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang
keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini
berarti Hadi Darsono selaku Tergugat 1 dalam prilaku perdagangannya yaitu
menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang bersifat
tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
·
Selain
dibutuhkan informasi yang up to date mengenai dunia perdagangan
khusunya mengenai merek agar tidak terjadi kesalahan. Juga dibutuhkan kesadaran
untuk berlaku jujur dalam mencari keuntungan disertai dengan perberlakuan hukum
yang adil dan memungkinkan juga dilakukan pembaharuan aturan yang ada dengan
aturan yang baru. Juga dalam penegakannya para aparat hukum haruslah bertindak
lebih teliti lagi agar tidak terjadi kesalahan lagi dan juga harus bertindak
adil.
B. Saran
·
Dalam
menentukan sebuah keputusan para aparat hukum dalam kasus ini Pengadilan Negeri
hendaknya bersikap lebih bijak dalam menentukan keputusan hukuman. Perlu sebiah
pertimbangan yang matang sebelum memberikan keputusan bahwa Hadi Dasono tidak
bersalah. Karena Pengadilan Negeri tidak melihat alasan yang tidak baik dari
Hadi Darsono yaitu untuk mengambil keuntungan yang dapat ia peroleh dari
penjualan produk-produk “LOTTO” dengan menjual ketenaran nama “LOTTO” tersebut.
Sebab tidak sepenuhnya kesalahan dari Hadi Darsono sebab kekeliruan dari Bagian
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman yang kurang teliti.
·
Bagian
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman harusahnya lebih teliti
dalam memeriksa data-data merek yang ada. Agar tidak mengalami kesalahan yang
sama lagi. Karena jika hal ini terus menerus terjadi akan menggangu ketertiban
perdagangan yang berada di Indonesia. Agar meminimalisir bahkan menghilangkan
kesalahan serta kecurangan atas merek di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
·
Djubaedillah.
R, Sejarah, Teori dan Praktek Hak
Milik Intelektual di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
·
Harapan, M.
Yahya, Tinjauan Merek Secara Umum
dan Hukum Merek di Indonesia berdasarkan Undang Undang No. 19 Tahun 1992,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.
·
Rizawanto
Wanita, Undang Undang Merek Baru
2001, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
·
http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukum-perlindungan-konsumen/
·
http://bjnatasyakusumah.blogspot.com/2010/04/studi-kasus-tentang-sengketa-atas-merek.html
·
UU No. 15
Tahun 2001 Tentang Merek
·
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/04/09/makalah-tentang-hak-kekayaan-intelektual- kasus-merek-yang-tidak-bisa-didaftarkan-dan-ditolak-pendaftarannya/
Langganan:
Komentar (Atom)