Cinta adalah ketika kamu punya sejuta alasan
untuk meninggalkan, tapi tetap saja kamu mencari satu alasan untuk bertahan.
Cinta adalah ketidakmungkinan yang masih saja kamu semogakan.
Persija adalah Cinta
Rindunya karena rindu tribun. Galaunya karena
galau tim kebanggaan. Sakit hatinya bukan karena pasangan. Mungkin ini warna
yang bisa saya rasakan, warna yang tidak semua orang bisa alami.Kata orang
sepakbola itu romantis. Cinta sepakbola itu sederhana, kamu enggak perlu
memecahkan celengan untuk ngedate, tidak perlu pusing nyari tempat kece dan
berdandan heboh. Kamu hanya perlu atributmu, melangkahkan kaki ke tempat
romantis bernama stadion, mengantri beli tiket dan berdiri bernyayi bersama
diatas tribun. Keringatmu, teriakanmu, kehadiranmu menunjukan cinta itu. Selayaknya
menjalin hubungan pada umumnya, restu orangtua itu nomor satu. Kalau enggak
direstui ya backstreet. Pergi ke stadion secara diam-diam dan menyimpan atribut
secara rapat-rapat.
Menjalin hubungan layaknya orang pacaran, jangan
harap kamu diapelin. Tugas kamu berikutnya adalah mengunjungi sang kebanggaan
saat dia bertanding atau sekedar latihan. Jenuh? Lelah? Mungkin itu sering
dirasakan, apalagi ketika sang kekasih seolah mulai tak menghargaimu dengan
penampilannya dilapangan hijau. Namun kembali lagi, cinta memang tak akan
beranjak dan cinta tau kemana dia harus pulang. Semakin besar rasa untuk pergi,
semakin besar juga rasa untuk terus bertahan.
Sejak tahun 2001, 15 tahun bukan lah waktu yang
sebentar hanya untuk sekedar melihat kebanggaan saya angkat piala (lagi). Tahun
demi tahun, liga demi liga, kompetisi demi kompetisi, dan yang terakhir
turnamen demi turnamen, belum ada satupun piala yang masuk ke dalam lemari
piala Persija Jakarta. Entah kunci lemari masih bisa dibuka atau tidak ketika
nanti suatu hari Persija jadi juara? Kami bisa menunggu, tapi karat tak bisa
sesabar itu.
Berjuta alasan untuk meninggalkan terpampang jelas
di depan mata. Tapi sekali lagi, Persija adalah cinta. Karena cinta kami
kesampingkan semuanya. Pemain idola yang pergi, stadion yang belum terealisasi,
bahkan ketika legenda hidup kami di khianati. Mungkin benar jika cinta itu
memang buta, kami membanggakan yang faktanya (maaf) terkadang memalukan, kami
membela yang tidak pernah memberi apa-apa, dan mencintai sesuatu yang kapanpun
siap menyakiti. Karena cinta kami menjadi gila, karena cinta kami masih
percaya, bahwa semua akan indah pada waktunya. Waktunya kapan? Ya..
Kapan-kapan.
Persija adalah ketidakmungkinan yang masih saja
saya semogakan. Dengan keadaan yang masih begitu-begitu aja setiap harinya,
saya masih percaya bahwa Persija itu macan. Di tangan orang licik, macan cuma
jadi tontonan sirkus yang di eksploitasi demi kepentingan materi. Di tangan
orang yang mencintainya, macan akan di ajarkan cara memangsa, dia akan di
ajarkan bahwa takdir macan adalah untuk di takuti, bukan di permainkan oleh
sekumpulan orang yang memberinya makan. Silahkan menafsirkan sendiri arti
perumpamaan tadi..
Jelang turnamen baru (lagi), hanya ada beberapa
nama yang familiar di dalam skuad team. Selebihnya, entah siapa dan darimana
asalnya. Selama lambang monas tepat berada di depan dada, siapapun anda, setiap
langkah kaki anda akan berselimut oleh ribuan doa. Bertandinglah dengan rasa
bangga, dengan cinta, dan dengan tekad menjadi juara. Percayalah, kapanpun dan
dimanapun, kami akan selalu ada. Meski bukan dengan raga, kami akan selalu ada
lewat doa. Percayalah, jangan pernah takut kamu sendirian. Sebab, berapa
kalipun kamu mengecewakan, selalu ada cinta yang akan memaafkan. Percayalah,
berapa kalipun kamu menyakiti, cinta ini akan selalu ada sampai nanti kami
mati. Karena pada dasarnya Sepakbola adalah romantisme cinta paling nyata. Dia memaksa kita untuk
meneteskan airmata dan tersenyum pada saat bersamaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar