Minggu, 06 November 2016

Mencintai Klub Sepakbola Jakarta (Persija Jakarta)



Cinta adalah ketika kamu punya sejuta alasan untuk meninggalkan, tapi tetap saja kamu mencari satu alasan untuk bertahan. Cinta adalah ketidakmungkinan yang masih saja kamu semogakan.

Persija adalah Cinta

Rindunya karena rindu tribun. Galaunya karena galau tim kebanggaan. Sakit hatinya bukan karena pasangan. Mungkin ini warna yang bisa saya rasakan, warna yang tidak semua orang bisa alami.Kata orang sepakbola itu romantis. Cinta sepakbola itu sederhana, kamu enggak perlu memecahkan celengan untuk ngedate, tidak perlu pusing nyari tempat kece dan berdandan heboh. Kamu hanya perlu atributmu, melangkahkan kaki ke tempat romantis bernama stadion, mengantri beli tiket dan berdiri bernyayi bersama diatas tribun. Keringatmu, teriakanmu, kehadiranmu menunjukan cinta itu. Selayaknya menjalin hubungan pada umumnya, restu orangtua itu nomor satu. Kalau enggak direstui ya backstreet. Pergi ke stadion secara diam-diam dan menyimpan atribut secara rapat-rapat.

Menjalin hubungan layaknya orang pacaran, jangan harap kamu diapelin. Tugas kamu berikutnya adalah mengunjungi sang kebanggaan saat dia bertanding atau sekedar latihan. Jenuh? Lelah? Mungkin itu sering dirasakan, apalagi ketika sang kekasih seolah mulai tak menghargaimu dengan penampilannya dilapangan hijau. Namun kembali lagi, cinta memang tak akan beranjak dan cinta tau kemana dia harus pulang. Semakin besar rasa untuk pergi, semakin besar juga rasa untuk terus bertahan.

Sejak tahun 2001, 15 tahun bukan lah waktu yang sebentar hanya untuk sekedar melihat kebanggaan saya angkat piala (lagi). Tahun demi tahun, liga demi liga, kompetisi demi kompetisi, dan yang terakhir turnamen demi turnamen, belum ada satupun piala yang masuk ke dalam lemari piala Persija Jakarta. Entah kunci lemari masih bisa dibuka atau tidak ketika nanti suatu hari Persija jadi juara? Kami bisa menunggu, tapi karat tak bisa sesabar itu.

Berjuta alasan untuk meninggalkan terpampang jelas di depan mata. Tapi sekali lagi, Persija adalah cinta. Karena cinta kami kesampingkan semuanya. Pemain idola yang pergi, stadion yang belum terealisasi, bahkan ketika legenda hidup kami di khianati. Mungkin benar jika cinta itu memang buta, kami membanggakan yang faktanya (maaf) terkadang memalukan, kami membela yang tidak pernah memberi apa-apa, dan mencintai sesuatu yang kapanpun siap menyakiti. Karena cinta kami menjadi gila, karena cinta kami masih percaya, bahwa semua akan indah pada waktunya. Waktunya kapan? Ya.. Kapan-kapan.

Persija adalah ketidakmungkinan yang masih saja saya semogakan. Dengan keadaan yang masih begitu-begitu aja setiap harinya, saya masih percaya bahwa Persija itu macan. Di tangan orang licik, macan cuma jadi tontonan sirkus yang di eksploitasi demi kepentingan materi. Di tangan orang yang mencintainya, macan akan di ajarkan cara memangsa, dia akan di ajarkan bahwa takdir macan adalah untuk di takuti, bukan di permainkan oleh sekumpulan orang yang memberinya makan. Silahkan menafsirkan sendiri arti perumpamaan tadi..

Jelang turnamen baru (lagi), hanya ada beberapa nama yang familiar di dalam skuad team. Selebihnya, entah siapa dan darimana asalnya. Selama lambang monas tepat berada di depan dada, siapapun anda, setiap langkah kaki anda akan berselimut oleh ribuan doa. Bertandinglah dengan rasa bangga, dengan cinta, dan dengan tekad menjadi juara. Percayalah, kapanpun dan dimanapun, kami akan selalu ada. Meski bukan dengan raga, kami akan selalu ada lewat doa. Percayalah, jangan pernah takut kamu sendirian. Sebab, berapa kalipun kamu mengecewakan, selalu ada cinta yang akan memaafkan. Percayalah, berapa kalipun kamu menyakiti, cinta ini akan selalu ada sampai nanti kami mati. Karena pada dasarnya Sepakbola adalah romantisme cinta paling nyata. Dia memaksa kita untuk meneteskan airmata dan tersenyum pada saat bersamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar