1.1
Pendahuluan
A. Latar
Belakang Masalah
Banyak hal yang
didapatkan dari merek-merek terkenal terutama dalam hal ekonomi. Keuntungan
dalam bentuk materi akan mudah didapatkan dengan cara yang instan. Dimana pada
saat ini bayak sekali kasus yang numpang
/ nebeng dengan merek terkenal agar dapat mendongkrak keuntungan dan
poularitas sebuah merek yang kurang mendapat perhatian dari konsumen. Banyak
merek yang kelihatannya seperti merek aslinya tetapi sebenarnya tidak palsu
yang sering disebut dengan aspal (asli tapi palsu).
Banyak alasan saat ini mengapa tindakan
pemanfaatan merek-merek terkenal dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut
:
1.
Agar mudah dipasarkan
mudah untuk bertransaksi jual beli.
2.
Tidak perlu mengurus
nomor pendaftaran ke Dirjen HKI .
3.
Mengurangi pengeluaran
untuk untuk membangun citra produknya (brand
image).
4.
Tidak perlu membuat
divisi riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date.
Jika hanya dipandang
dari segi ekonomi memang pemanfaatan merek akan memberi dampak luar biasa untuk
meraup keuntungan serta popularitas sebuah merek yang baru seumur jagung.
Tiba-tiba dengan cara yang gampang sudah menjadi konsumsi dimasyarakat.
Kenyataan ini memang tidak bisa disangkal karena fakta dilapangan, dimana
msyarakat memiliki kriteria untuk mengkonsumsi suatu produk. Salah satu dari
kriteria tersebut melihat merek sebuah produk kemudian baru membelinya.
Dengan berbagai kasus yang
sudah beranak pinak di tengah masyarakat ini membuat banyak merek yang di jiplak / contek. Baik dari segi
bentuk, ukuran, warna, desain, tulisan, penyebutan, gambar dan masih banyak
lagi. Meski sudah dibuat regulasi yang mengatur mengenai hal ini. Namum tetap
saja plagiarisme masih melekat di kehidupan masyarakat terutama dibidang
perdagangan yang memang sangat erat dengan merek. Sudah banyak merek yang
mengalami penolakan dan tidak memenuhi syarat untuk didaftarkan. Karena banyaknya merek kembar tetapi beda yang ditemukan ditengah
masyarakat. Ternyata fakta yang ada
menunjukkan tidak hanya dalam merek yang berada dalam negeri. Kesamaan antara
merek dalam negeri dengan mereka diluar negeri juga dimungkinkan terjadi.
Hal-hal lain juga dapat dimungkinkan terjadi dan akan dibahas dan dikaji lebih
mendalam lagi. Dalam penolakan dan tidak didaftarkannya sebuah merek akan
dibahas berdasarkan dengan kasus yang sudah terjadi. Untuk dicari pemecahan
masalah dan diberikan kesimpulan yang bersifat ilmiah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat banayak hal yang
peru dibenahi. Maka dapat ditentukan hal-hal yang akan menjadi rumusan masalah
yaitu :
1.
Mengapa kasus
plagiarisme bisa dan masih tetap terjadi dalam masyarakat ?
2.
Bagaimanakah kasus
penolakan dan tidak bisa didaftarkannya sebuah merek bisa terjadi ?
3.
Bagaimanakah problem solving untuk kasus yang
telah terjadi dimasyarakat dan cara pencegahannya?
2.1 Tinjauan
Pustaka
A. Pengertian
Merek
Terkait dengan berbagai
kasus merek yang terjadi perlu untuk diketahui apa pengertian dari merek itu
sendiri. Pengertian dari merek secara yuridis tercantum dalam pasal 1 ayat (1)
UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi sebagai “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan
jasa”. Indonesia adalah negara hukum dan hal itu diwujudkan dengan
berbagai regulasi yang telah dilahirkan untuk mengatai berbagai masalah.
Berkaitan dengan kasus-kasus terkait merek yang banyak terjadi. Tidak hanya
membuat aturan-aturan dalam negeri, negeri seribu ini juga ikut serta dalam
berbagai perjanjain dan kesepakatan internasional. Salah
satuya adalah meratifikasi Kovensi Internasional tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing
The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia) sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari
2000 Indonesia sudah harus menerapkan semua perjanjian-perjanjian yang ada
dalam kerangka TRIPs (Trade Related
Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit
Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut
adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota dari WTO (Word Trade Organization). Karena peranan yang begitu urgent demi berjalannya dan progress dunia perdagangan baik barang maupun jasa dalam
kegiatan perdagangan dan penanaman modal.
B. Contoh
Kasus
Meski memang sudah
terdapat regulasi yang mengatur mengenai merek. Tetapi dalam penegakannya dan
pelaksanaannya dilapangan tidak bisa lepas dari persengketaan. Dalam kasus
sengketa merek “LOTTO” misalnya oleh perusahaan Singapura dan pengusaha
Indonesia. Kasus ini terjadi antara Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd, yang
dimana adalah pemakai pertama merek “LOTTO” untuk barang-barang seperti pakaian
jadi, kemeja, baju kaos, jaket, celana panjang, rok span, tas, koper, dompet,
ikat pinggang, sepatu, sepatu olah raga, baju olah raga, kaos kaki olah raga,
raket, bola jaring (net), sandal, selop, dan topi, dengan Hadi Darsono seorang
pengusaha dari Indonesia yang produk handuk dan sapu tangannya yang juga
menggunakan nama “LOTTO” sebagai merek. Merasa dirugikan akibat kesamaan merek
perusahaan LOTTO Singapura pun membawa masalah persengketaan ini ke Pengadilan
Negeri.
Atas kasus ini memang
merek tidak hanya berperan sebagai pengenal tetapi harus juga sebuah simbol
atau tanda yang membedakan dengan jelas antara satu dengan yang lainnya. Maka
seharusnya sebuah merek itu memiliki suatu ciri khusu yang identik dengan
kepribadiannya dan memang terlahir baru. Buka sebuah merek yang diperbaharui
atau sesuatu produk gagal yang diperbaiki menjadi lebih baik.
3.1 Pembahasan
A. Pembahasan
Secara Umum
Pemakaian
sebuah merek tidak hanya sebatas untuk meraup keuntungan. Merek memiliki tujuan
lain yang tidak hanya bisa dipandang dari segi ekonomi. Merek juga memiliki
peran untuk memperlancar kegiatan perdagangan barang atau jasa untuk
melaksanakan pembangunan. Untuk diperlukan perlindungan merek agar tidak
membuat “aktifis
plagiarisme” semakin gencar dengan praktek kotornya. Karena pada dasarnya
perlindungan merek tidak hanya untuk kepentingan pemilik merek saja akan tetapi
juga untuk kepentingan masyarakat luas sebagai konsumen.
Tidak hanya
terjadi di Indonesia masalah mengenai perlindungan merek juga marak terjadi
diberbagai negara. Keuntungan yang didapatkan dengan cara yang tidak sulit
mendorong sebuh merek untuk ditiru atau numpang tenar layaknya seorang artis.
Peniruan merek terkenal marak terjadi memang dilandasi oleh “itikad tidak
baik”. Semata-mata tujuannya hanyalah materi, memperoleh keuntungan dengan numpang nama, dan sebuah popularitas
sebuah merek.
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan
yaitu :
1.
Tidak mengatur definisi
dan kriteria merek terkenal.
2.
Penolakan atau
pembatalan merek, atau larangan penggunaan merek yang merupakan reproduksi,
tiruan atau terjemahan yang dapat menyesatkan atas suatu barang atau jasa yang
sama atau serupa apabila perundang-undangan negara tersebut mengatur atau
permintaan suatu pihak yang berkepentingan.
3.
Gugatan pembatalan dapat
diajukan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dari pendaftaran, namun tidak ada
jangka waktu apabila pendaftaran itu dilakukan dengan itikad tidak baik.
Terhadap perlindungan
merek terkenal dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang
No. 14 Tahun 1997 tentang merek diatur dalam pasal 6 ayat 1 (b), ayat 2 ayat 3
(a) yang berbunyi dalam Pasal 6:
1. permohonan harus ditolak
oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:
1. Mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain
untuk barang dan atau jasa sejenisnya.
2. Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (b) dapat pula diberlakukan terhadap
barang dan atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu
yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
3. Permohonan juga harus ditolak oleh Direktur
Jenderel apabila Merek tersebut:
a. Merupakan
atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hokum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis
dari yang berhak. Kemudian penjelasan pasal
tersebut di atas menyatakan: Pasal 6 ayat (1)
Huruf b: Penolakan permohonan yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal untuk barang
dan atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan
umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.
Disamping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena
promosi yang gencar dan besar besaran, investasi di beberapa Negara di dunia
yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut
di beberapa Negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan
Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survey
guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi
dasar penolakan. Pasal 6 Ayat (2) : Cukup jelas Pasal 6 Ayat
(3) Huruf a: yang dimaksud dengan nama badan
hukum adalah nama badan hukum yang digunakan sebagai Merek dan terdaftar dalam
daftar Umum Merek.
Dari ketentuan diatas dapat ditentukan
kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan keterkenalan suatu
merek terkenal yaitu:
·
Pengetahuan masyarakat
yang relevan terhadap merek.
·
Pengetahuan masyarakat
terhadap promosi merek.
·
Didaftar oleh pemiliknya
diberbagai negara.
Selain perlindungan yang
telah diatur dalam pasal 6 ayat 1 (b), ayat 2 dan ayat 3 (a) UU No. 15 Tahun
2001, sebetulnya bagi siapa saja yang dengan sengaja mempergunakan merek milik
orang lain dapat dikategorikan telah melakukan
sesuatu kejahatan dan diancam dengan pidana penjara maupun denda sebagaimana
diatur dalam pasal 90, 91, 92, 93, dan 94 Undang undang No. 15 Tahun 2001.
B. Analisis
Kasus
Dikaitkan dengan kasus
yang ada suatu merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan
pemohon yang beritikat tidak baik dan pemohon ada niat dan sengaja untuk
meniru, membonceng atau menjiplak ketenaran merek lain demi kepentingan usahanya
yang mengakibatkan menimbulkan kerugian pihak lain atau menyesatkan konsumen.
Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan. Permohonan yaitu permintaan
pendaftaran merek yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
Pendaftaran suatu merek berfungsi sebagai
berikut :
1.
Untuk barang bukti bagi
pemilik yang berhak atas merek yang terdaftar,
2.
Dasar penolakan terhadap
merek yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan oleh
permohonan lain untuk barang / jasa sejenis,
3.
Sasar untuk mencegah
orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam
peredaran untuk barang/ jasa sejenis.
Syarat dan Tata cara Permohonan
Pendaftaran Merek menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
terdapat pada pasal 7 yaitu:
1.
Permohonan diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan
mencantumkan:
o
Tanggal, bulan, dan
tahun;
o
Nama lengkap,
kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
o
Nama lengkap dan alamat
Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
o
Warna-warna apabila
merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
o
Nama negara dan tanggal
permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak
Prioritas.
2.
Permohonan
ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
3.
Pemohon sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara
bersama, atau badan hukum.
4.
Permohonan dilampiri
dengan bukti pembayaran biaya.
5.
Dalam hal Permohonan
diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama – sama berhak atas
Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat
sebagai alamat mereka.
6.
Dalam hal Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh
salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan
persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
7.
Dalam hal Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk
itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
8.
Kuasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9.
Ketentuan mengenai
syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak kekayaan Intelektual
diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur
dengan Keputusan Presiden.
Di dalam kasus “LOTTO”
ini, “LOTTO” Singapura memiliki bukti. Memiliki nomor pendaftaran merek dari
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan pendaftaran No.
137430, yang diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdapat
kelalaian yang dilakukan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman dengan memberikan nomor pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah pengajuan
perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan
alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya “LOTTO” Singapura mengajukan
permohonan kasus kepada Mahkamah Agung. Tidak hanya menuntut “LOTTO” milik Hadi
Darsono ( Tergugat I ), mereka juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman bagian merek (Tergugat II) karena telah lalai memberikan
nomor pendaftaran merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda
usaha barangnya setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya suatu merek
dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dapat
dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai persamaan baik dalam tulisan
ucapan kata, maupun suara dengan merek dagang yang lain yang sudah terlebih
dulu dipakai dan didaftarkan, walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak sejenis
terutama bila hal tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah terkenal
didunia internasional.
Dalam kasus ini Mahkamah
Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek terkenal Seven Up – LANVIN
– DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983, yang isinya
sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan karena mempunyai
persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau
didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut
merek dagang terkenal.
Pengadilan tidak
seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan Tergugat I, tidak saja
melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di bidang
perdagangan serta kepentingan khalayak ramai. Setelah memeriksa perkara ini Mahkamah Agung dalam
putusannya berpendirian bahwa judex facti salah menerapkan hukum, Pengadilan
Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa Penggugat adalah pemakai pertama dari
merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan
perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961. Sementara itu, Tergugat
I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat membuktikan
keaslian bukti-bukti yang diajukannya. Sehingga
putusannya harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili sendiri
perkara ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis
yang intinya sebagai berikut:
·
Newk Plus Four Far East
Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek
Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
·
Merek “LOTTO” secara
umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang dari luar
negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang
berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
·
Merek “LOTTO”, yang
didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6
Oktober 1984.
·
Mahkamah Agung
berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang
didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I
tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang
yang termasuk dalam kelompok barang sejenis kelengkapan berpakaian seseorang
dengan merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih
dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan
keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan
beredar di masyarakat. Hal ini berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya
yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang
bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
Dengan pertimbangan tersebut di atas,
akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
·
Mengadili:
·
Membatalkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
·
Mengadili Sendiri :
a.
Mengabulkan gugatan
Penggugat untuk seluruhnya.
b.
Menyatakan Penggugat
sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang “LOTTO” dan oleh karena
itu, mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di Indonesia.
c.
Menyatakan bahwa merek
“LOTTO” milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor
registrasi 87824 adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan
kata, maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta
memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kualitas barang.
d.
Menyatakan pendaftaran
merek dengan registrasi 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I batal,
dengan segala akibat hukumnya.
e.
Memerintahkan Tergugat
II untuk mentaati putusan ini dengan membatalkan pendaftaran merek dengan nomor
registrasi 197824 dalam daftar umum.
4.1.1
Kesimpulan
dan Saran
A. Kesimpulan
·
Menjadi
bahan pertimbangan baru bahwa apabila terdapat merek yang sama, ada yang meniru
merek atau yang disebut dengan numpang tenar. Tidak sepenuhnya adalah
kesengajaan atau kesalahan dari pelaku di dunia perdagangan bisa juga karena
kesalahan dari pihak yang memeriksa dan memberikan perlindunagn atas merek itu
sendiri.
·
Dalam kasus
ini jika terjadi kekeliruan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman bagian merek karena telah memberikan nomor registrasi kepada Hadi
Darsdono untuk menggunakan merek “LOTTO” yang sebenarnya telah terdaftar di
Indonesia pada tahun tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985. Menurut data yang kami
dapatkan, hal ini dikarenakan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departmen
Kehakiman kurang teliti dalam mengecek akan merek “LOTTO” tersebut.
·
Gugatan
yang diajukan oleh Singapura kepada Mahkamah Agung mendapatkan keputusan yang
terbaik untuk Singapura, karena dalam kasus ini Singapura memberikan
bukti-bukti yang jelas kepada Mahkamah Agung dengan menunjukkan surat-surat ,
dan bukti pembayaran yang telah Ia dapatkan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman bagian merek pada tahun 1976 dan 1985. Sementara Hadi
Darsono didapati mempunyai maksud yang tidak baik, dengan mendaftarkan “LOTTO”
kepada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek, Hadi
Darsono ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang
keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini
berarti Hadi Darsono selaku Tergugat 1 dalam prilaku perdagangannya yaitu
menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang bersifat
tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
·
Selain
dibutuhkan informasi yang up to date mengenai dunia perdagangan
khusunya mengenai merek agar tidak terjadi kesalahan. Juga dibutuhkan kesadaran
untuk berlaku jujur dalam mencari keuntungan disertai dengan perberlakuan hukum
yang adil dan memungkinkan juga dilakukan pembaharuan aturan yang ada dengan
aturan yang baru. Juga dalam penegakannya para aparat hukum haruslah bertindak
lebih teliti lagi agar tidak terjadi kesalahan lagi dan juga harus bertindak
adil.
B. Saran
·
Dalam
menentukan sebuah keputusan para aparat hukum dalam kasus ini Pengadilan Negeri
hendaknya bersikap lebih bijak dalam menentukan keputusan hukuman. Perlu sebiah
pertimbangan yang matang sebelum memberikan keputusan bahwa Hadi Dasono tidak
bersalah. Karena Pengadilan Negeri tidak melihat alasan yang tidak baik dari
Hadi Darsono yaitu untuk mengambil keuntungan yang dapat ia peroleh dari
penjualan produk-produk “LOTTO” dengan menjual ketenaran nama “LOTTO” tersebut.
Sebab tidak sepenuhnya kesalahan dari Hadi Darsono sebab kekeliruan dari Bagian
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman yang kurang teliti.
·
Bagian
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman harusahnya lebih teliti
dalam memeriksa data-data merek yang ada. Agar tidak mengalami kesalahan yang
sama lagi. Karena jika hal ini terus menerus terjadi akan menggangu ketertiban
perdagangan yang berada di Indonesia. Agar meminimalisir bahkan menghilangkan
kesalahan serta kecurangan atas merek di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
·
Djubaedillah.
R, Sejarah, Teori dan Praktek Hak
Milik Intelektual di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
·
Harapan, M.
Yahya, Tinjauan Merek Secara Umum
dan Hukum Merek di Indonesia berdasarkan Undang Undang No. 19 Tahun 1992,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.
·
Rizawanto
Wanita, Undang Undang Merek Baru
2001, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
·
http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukum-perlindungan-konsumen/
·
http://bjnatasyakusumah.blogspot.com/2010/04/studi-kasus-tentang-sengketa-atas-merek.html
·
UU No. 15
Tahun 2001 Tentang Merek
·
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/04/09/makalah-tentang-hak-kekayaan-intelektual- kasus-merek-yang-tidak-bisa-didaftarkan-dan-ditolak-pendaftarannya/